Rabu, 25 Januari 2012

WASPADAI LEPTOSPIROSIS PADA MUSIM PENGHUJAN


Pada musim penghujan ini, kita patut waspada terhadap Leptospirosis, sebab pada musim penghujan penyebaran penyakit leptospirosis ini sangat mudah yang disaranai oleh air yang tergenang. Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman leptospira patogen, leptospira (sejenis cacing) berbentuk seperti spiral dengan ukuran 0,1 mm x 6 - 20 mm, tetapi lebih besar dari bakteri dan virus. Penyakit ini dapat ditularkan kepada manusia melalui air atau tanah yang tercemar urin hewan (khususnya urin tikus) yang mengandung leptospira. Kuman tersebut masuk ke dalam tubuh manusia melalui kulit yang terluka atau melalui selaput lendir mata, selaput lendir di mulut, saluran pernafasan.   
Manusia juga bisa terinfeksi leptospirosis melalui makanan, penularan pada makanan yaitu, jika tangan tidak dibasuh sebelum memegang makanan, kuman pada kencing tikus yang terbawa air banjir memasuki rumah dapat mencemari jemari tangan. Dengan cara begitu kuman leptospira memasuki tubuh manusia. Bisa juga terjadi, pada makanan dan minuman yang sudah tercemar kencing tikus berpenyakit. Makanan minuman di gudang, di warung-warung, supermarket, dan dapur berpeluang dikencingi tikus. Jika air seni tikusnya mengandung bakteri leptospira, maka air seni tersebut mencemari makanan minuman tersebut dan akan menularkan penyakitnya. Jika tidak secara langsung tertelan atau terminum, kemungkinan air seni yang mencemari tutup minuman kaleng tersebut dapat masuk kedalam tubuh kita melalui kebiasaan kita yang sering menenggak langsung minuman kaleng setelah membuka tutup kaleng minuman tanpa membersihkannya lebih dulu. Hal ini berarti bahwa air seni yang berkuman leptospira di penutup kaleng itu langsung tertelan. Kemungkinan lain juga bisa terjadi pada gula pasir. Jika karung goni gula pasir juga dikencingi tikus berpenyakit, dan itu bisa terjadi semasih di gudang, ada bagian gula pasir yang tercemar kuman leptospira. Kalau gula pasir berkuman ini dikonsumsi mentah bisa berpotensi menimbulkan leptospirosis.
Penderita leptospirosis pada stadium mengalami demam tinggi,menggigil, sakit kepala, malaise, muntah, konjungtivitis, mencret-mencret, rasa nyeri otot betis dan punggung. Jika betisnya disentuh pasti kesakitan. Gejala itu akan tampak antara empat sampai sepuluh hari setelah tertular. Gejala-gejala ini akan tampak antara 4-9 hari.
Kemudian pada stadium kedua, parasit ini membentuk antibodi dalam tubuh penderita, dengan indikasi klinis yang lebih berat dari pada stadium awal. Stadium ini terjadi antara minggu kedua dan keempat. Jika makin parah efeknya akan ke mana-mana seperti pada ginjal (akan mengakibatkan gagal ginjal),jantung yang terkena akan berdebar tidak teratur, membengkak dan gagal jantung. Pembuluh darah mengalami kebocoran dan akibatnya di saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan saluran genitilia terjadi pendarahan. Jika makin parah efeknya akan ke hati, ginjal, paru-paru, pembuluh darah, pendarahan dan pada kehamilan.
 
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini yaitu:
Menjaga kebersihan lingkungan
Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus
Mencuci tangan dengan sabun sebelum makan
Mencuci tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja di sawah / kebun / sampah / tanah / selokan dan tempat-tempat yang tercemar lainnya
Melindungi pekerja yang berisiko tinggi terhadap leptospirosis (petugas kebersihan, petani, petugas pemotong hewan, dan lain-lain) dengan menggunakan sepatu bot dan sarung tangan
Membersihkan tempat-tempat air dan kolam renang
Menghindari pencemaran oleh tikus dengan selalu menjaga kebersihan
Melakukan desinfeksi terhadap tempat-tempat tertentu yang tercemar oleh tikus

Minggu, 22 Januari 2012

MESSAGE WHEEL IN HEALTH COMMUNICATION “GREEN FAMILY WITH 3R (REUSE, REDUCE, RECYCLE)”

 
DAMPAK JIKA SAMPAH TIDAK DIKELOLA
Menurut Gelbert dkk (1996:46-48), jika sampah tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak negatif terhadap manusia dan lingkungan, yaitu:

Dampak terhadap Kesehatan
Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut (Gelbert dkk 1996:46-48):
Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum.

Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).

Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnnya masuk ke dalam pencernakan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.

Sampah beracun: Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator.

Dampak terhadap Lingkungan
Cairan rembesan sampah (lindi) yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis (Gelbert dkk., 1996). Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik dan gas cair organik, seperti metana. Selain berbau kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak (Gelbert dkk., 1996).

Dampak terhadap Keadaan Sosial dan Ekonomi
Dampak-dampak tersebut menurut Gelbert dkk, 1996 adalah sebagai berikut: 
Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana.

Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan.

Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Hal penting disini adalah meningkatnya pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas).

Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain.

Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengelolaan air. Jika sarana penampungan sampah yang kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan diperbaiki.

Menurut Departemen Pekerjaan Umum Kota Semarang (2008), pengertian pengelolaan sampah 3R secara umum adalah upaya pengurangan pembuangan sampah, melalui program menggunakan kembali (Reuse), mengurangi (Reduce), dan mendaur ulang (Recycle).
Reuse (menggunakan kembali) yaitu penggunaan kembali sampah secara langsung,baik untuk fungsi yang sama maupun fungsi lain.

Reduce (mengurangi) yaitu mengurangi segala sesuatu yang menyebabkan timbulnya sampah.

Recycle (mendaur ulang) yaitu memanfaatkan kembali sampah setelah mengalami proses pengolahan. Mengurangi sampah dari sumber timbulan, diperlukan upaya untuk mengurangi sampah mulai dari hulu sampai hilir, upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengurangi sampah dari sumber sampah (dari hulu) adalah menerapkan prinsip 3R sesuai petunjuk teknis nomor CT/Rc-TC/001/98 atau pendekatan prinsip produksi sampah sebagaimana dikemukakan oleh Winarno dkk, (1995).
 
Tindakan yang bisa dilakukan dalam penanganan sampah di rumah tangga adalah sebagai berikut:
1. Menggunakan Kembali (Reuse), melalui tindakan :
Gunakan kembali wadah/ kemasan untuk fungsi yang sama atau fungsi lainnya, misalnya penggunaan botol bekas untuk wadah minyak goreng hasil home industri minyak kelapa atau wadah untuk madu lebah.

Gunakan wadah atau kantong yang dapat digunakan berulang ulang misalnya, wadah untuk belanja kebutuhan pokok yang terbuat dari bahan yang tahan lama sehingga dapat digunakan dalam waktu yang lama.

2. Mengurangi ( Reduce ), melalui tindakan:
Menghindari pemakaian dan pembelian produk yang menghasilkan sampah dalam jumlah besar.

Menggunakan produk yang bisa di isi ulang, misalnya penggunan lahan pencuci yang menggunakan wadah isi ulang.

Mengurangi penggunaan bahan sekali pakai, misalnya penggunaan tissu dapat dikurangi, menggantinya dengan serbet atau sapu tangan.

3. Daur ulang (Recycle), melalui tindakan :
Pilih produk atau kemasan yang dapat di daur ulang dan mudah terurai.

Lakukan penggunaan sampah organik menjadi kompos dengan berbagai cara yang telah ada atau memanfaatkan sesuai kreaktifitas masing-masing.

Lakukan penanganan untuk sampah anorganik menjadi barang yang bermanfaat.
     
Daftar Pustaka
Gelbert M, Prihanto D, dan Suprihatin A, 1996. Konsep Pendidikan Lingkungan Hidup dan Wall Chart”. Buku Panduan Pendidikan Lingkungan Hidup, PPPGT/VEDC, Malang.

Winarno F.G, Budiman AFS, Silitingo T dan Soewardi B, 1985. Limbah Hasil Pertanian. Kantor Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Pangan, Jakarta.

BAKU MUTU UDARA AMBIENT DAN DAMPAK PENCEMARAN UDARA TERHADAP GANGGUAN KESEHATAN

       Baku mutu udara ambient adalah batas kadar yang diperbolehakan bagi zat atau bahan pencemar yang ada di udara, namun tidak menimbu...